Selasa, 25 Januari 2011

Makalah pendekatan pembelajaran

MAKALAH

PENDEKATAN PEMBELAJARAN

Di ajukan untuk salah satu

Tugas Mandiri

Mata Kuliah Psikologi Belajar

Dosen : Sueb.M.Pd.I

STAI


Disusun oleh : Windayani

Semester : 3 (Tiga)

NIM : 0910.2.1.261

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
STAI AL-IHYA KUNINGAN

2010






BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan intruksional untuk suatu satuan intruksional tertentu. Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran ini sebagai penjelas untuk mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajaryang disamapikan gurudengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Pada pokoknya pendekatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk menjelaskan materi pelajaran dari bagian-bagian yang satu dengan bagian lainnyaberorientasi pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa untuk mempelajari konsep, prinsip atau teori yang baru tentang suatu bidang ilmu.

System dan pendekatan pembelajaran dibuat karena adanya kebutuhan akan system dan pendekatan tersebut untuk menyakinkan :

1. Ada alasan untuk belajar;

2. Siswa belum mengetahui apa yang akan diajarkan, oleh karena itu guru menetapkan hasil-hasil belajar atau tujuan apa yang diharapkan akan dicapai.

Pada prinsipnya ada dua macam tujuan pembelajaran yaitu:

1. Tujuan jangka panjang atau yang dinamakan tujuan terminal, tujuan ini biasanya merupakan jawaban atas masalah atau kebutuhan yabg telah diketahui berdasarkan analisis sebelumnya;

2. Tujuan jangka pendek atau biasa disebut tujuan intruksional khusus, tujuan ini merupakan hasil pemecahan atas operasionalisasi dari tujuan terminal yang disusun secara hierarkis dalam upaya pencapaian tujuan terminal.

Tujuan intruksional yang dinyatakan dengan baik dalam satuan pelajaran dapat mengkomunikasikan suatu usaha intruksional agar tingkah laku tertentu dapat dicapai. Dalam upaya tujuan tersebut akan menghasilkan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini akan memberikan dampak tertentu terhadap system pembelajaran, sehingga pengajaran beralih pendekatannya dari cara lama ke cara baru yang lebih menyakinkan. Beberapa perubahan dalam pendekatan tersebut antara lain adalah:

1. Penerapan pribsip-prinsip belajar yang lugas dan terencana

2. Mengacu pada aspek-aspek perkembangan sesuai tingkatan peserta didik

3. Dalam proses pembelajaran betul-betul menghormati individu peserta didik

4. Memperhatikan kondisi objektif individu bertitik tolak pada perkembangan pribadi peserta didik

5. Menggunakan teknik dan metode mengajar yang sesuai dengan kebutuhan materi pelajaran

6. Memaparkan konsep masalah dengan penuh disiplin

7. Menggunakan pengukuran dan evaluasi hasil belajar yang standar untuk mengukur kemajuan belajar

8. Penggunaan alat-alat visual dengan memanfaatkan fasilitas maupun perlengkapan yang tersedia secara optimal

Perubahan ini betul-betul mempertimbangkan pendekatan ilmiah yaitu menggunakan fakta-fakta dan informasi sebagai dasar melakukan tindakan-tindakan dalam melaksanaka proses pembelajaran. Situasi pembelajaran yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar mengajar yang optimal, akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru menciptakan situasi belajar (learning situation) sehingga peserta didik dapat berinteraksi dengan guru secara intensif berdasarkan agenda yang telah diprogramkan guru.

Kegiatan belajar melibatkan beberapa komponen atau unsure yaitu peserta didik, pendidik atau guru, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar yang digunakan, media pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dan evaluasi kemajuan belajar siswa menggunakan tes yang standar.

Pendekatan belajar (approach to learning) dan strategi atau kiat melaksanakan pendekatan serta metode belajar dalam proses pembelajaran termasuk factor-faktor yang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Pendekatan tersebut bertitik tolak pada aspek psikologis dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan anak, kemampuan intelektual, dan kemampuan lainnya yang mendukung kemampuan belajar. Pendekatan ini dilakukan sebagai strategi yang dipandang tepat untuk memudahkan siswa memahami pelajaran dan juga belajar yang menyenangkan.

Pendekatan pembelajaran tentu tidak kaku harus menggunakan pendekatan tertentu, tetapi sifatnya lugas dan terencana, artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Mengetahui pengertian pendekatan

1.2.2. Mengetahui berbagai macam pendekatan belajar dan pembelajaran

1.3. Tujuan Penulisan

Inti tujuan yang hendak dicapai melalui penyusunan makalah ini adalah agar kita selaku Guru dan calon guru mengetahui cara pendekatan pembelajaran.Penyusunan makalah ini diperuntukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Belajar.

Disamping itu, makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran bagi kita semua selaku calon pendidik atau seorang guru.

1.4. Manfaat

1. Sebagai wacana bagi pelajar

2. Sebagai wacana awal bagi penelitian yang selanjutnya

1.5. Metode Penelitian

Dalam Makalah ini, menggunakan metode penelitian melalui buku, dan akses Internet.

1.6. Metode Penulisan

Makalah yang berjudul “Pendekatan Pembelajaran”ini disusun dengan menggunakan mencari referensi yang bersifat kualitatif data dikumpulkan melalui buku-buku langsung dan akses internet.

Metode ini dilakukan atau disusun secara bertahap, mengingat sulitnya mencari buku-buku sumber atau referensi yang di dalamnya memuat judul makalah di atas.

1.7.Sistematika Penulisan

Untuk mengenal lebih jauh tentang pembahasan “Pendekatan Pembelajaran” di upayakan makalah ini akan disajikan dengan sistematika sbb: Pembicaraan dimulai dari Bab I. Bab II yang memuat Tinjauan Teori, Bab III yang memuat pembahasan dan Bab IV yang memuat penutup makalah sebagai pertanggungjawaban penulis.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1.Pengertian Belajar

Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan tujuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implicit (tersembunyi).

Menurut Morgan (1978) belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

Dimyati dan Mudjiona (1996:7) mengemukakan siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar, jadi belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. HIlgard dan Marquis berpendapat bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran.

Menurut Gage (1984) belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisma

Berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan Henry E. Garret berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu.

Belajar menurut pandangan B. F. Skinner (1958) adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif. Jadi belajar ialah suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respons.

Belajar menurut pandangan Robert M. Gagne (1970) adalah kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas. Gagne pula mengemukakan bahwa belajar terdiri dari tiga komponen penting:

1. Kondisi eksternal yaitu Stimulus dari lingkungan dalam acara belajar

2. Kondisi internal yabg menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa

3. Hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif.

Menurut Gagne belajar mempunyai tiga tahap, yaitu:

1. Persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan kembali informasi.

2. Pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi) digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantic, pembangkitan kembali, respon dan penguatan

3. Alih belajar yaitu pengisyaratan untuk membangkitkan dan memberlakukan secara umum.

2.2.Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan bai

pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Gagne dan Briggs (1979:3)

Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20)

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran “.(Oemar Hamalik,1995:57)

2.3. Pengertian Pendekatan

Pendekatan belajar bertitik tolak pada aspek psikologis dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan anak, kemampuan intelektual, dan kemampuan lainnya yang mendukung kemampuan belajar. Pendekatan dilakukan sebagai strategi yang dipandang tepat untuk memudahkan siswa memahami pelajaran dan juga belajar menyenangkan.

Pendekatan pembelajaran tentu tidak kaku harus menggunakan pendekatan tertentu, tetapi sifatnya dan terencana, artinya memilih pendekatan di sesuaikan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran.

Pendekatan adalah pola/cara berpikir atau dasar pandangan terhadap sesuatu. Pendekatan dapat diimplementasikan dalam sejumlah strategi. Sedangkan, srategi adalah pola umum perbuatan guru-siswa di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar.

Pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran atau merupakan gambaran pola umum perbuatan guru dan peserta didik di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran.

Pendekatan merupakan dasar penentuan strategi yang akan diwujudkan dengan penentuan metode merupakan alat yang digunakan dalam pelaksanaan strategi pembelajaran.

Adapun pendekatan pembelajaran yang sudah umum dipakai oleh para guru antara lain:

1. Pendekatan konsep dan proses,

2. Pendekatan deduktif dan induktif

3. Pendekatan Ekspositori dan Pendekatan Heuristik

4. Pendekatan Kecerdasan

5. Pendekatan Kontekstual

BAB III

PEMBAHASAN

3.1.Pendekatan Belajar dan Pembelajaran

3.1.1. Pendekatan Konsep dan proses

A. Pendekatan Konsep

Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pengajaran secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh. Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan pruduk pengetahuan memiliki prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan.

Konsep menunjukan suatu hubungan antar konsep-konsep yang lebih sederhana sebagai dasar perkiraan atau jawaban manusia terhadap pertanyaan-pertanyaan yang bersifat asasi tentang mengapa suatu gejala itu bisa terjadi. Konsep merupakan pikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari pakta, peristiwa, pengalaman melalui generasi, dan berfikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan kegunaan konsep adalah menjelaskan dan meramalkan.

Para ahli sikologi menyadari akan pentingnya konsep-konsep, dan sutu definisi yang tepat mengenai konsep belum diberikan. Oleh karena itu konsep-konsep itu merupakan penyajian-penyajian internal dari sekelompok stimulus-stimulus, konsep-konsep itu tidak dapat diamati, konsep-konsep harus disimpulkan dalam perilaku. Dalam pendekatan konsep ini Symsudin Makmun (2003:228) mengemukakan bahwa dengan diperolehnya kemahiran mengadakan diskriminasi atas pola-pola stimulus respons (S-R) itu, siswa belajar mengidentifikasikan persamaan-persamaan karakteristik dari sejumlah pola-pola S-R tersebut. Selanjutnya berdasarkan persamaan cirri-ciri dari sekumpulun stimulus dan juga dari objek-objeknya ia membentuk suatu pengertian atau konsep-konsep. Secara eksternal, adanya persamaan-persamaan ciri tertentu dari sejumlah perangsang dan obyek-obyek yang dihadap pada indipidu. Flaiell(1970) menyarankan, bahwa pemahaman terhadap konsep-konsep dapat dibedakan dalam tujuh dimensi yaitu:

1. Atribut, setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda, contoh-contoh konsep harus mempunyai atribut yang relevan; termasuk juga atribut-atribut yang tidak relevan. Contoh-contoh konsep, meja harus mempunyai suatu permukaan yang datar, dan sambungan-sambungan yang mengarah kebawah yang mengangkat permukaan itu dari lantai. Atribut-atribut dapat berupa fisik, seperti warna, tinggi, atau bentuk, atau dapat juga atribut-atribut itu berupa fungsional.

2. Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut itu. Ada tiga stuktur yang dikenal, yaitu:

Ø Konsep-konsep konjungtif adalah konsep-konsep dimana terdapat dua atau lebih sifat-sifat, sehingga dapat memenuhi syarat sebagai contoh konsep.

Ø Konsep-konsep disjungtif adalah konsep-konsep dimana satu dari dua atau lebih sifat-sifat harus ada.

Ø Konsep-konsep relasional menyatakan hubungan tertentu antara atribut-atribut konsep.

3. Keabstrakan, yaitu konsep-konsep dapat dilihat dan konkret, atau konsep-konsep itu terdiri dari konsep-konsep lain.

4. Keinklusifan (inclusiveness), yaitu ditunjukkan pada jumlah contoh-contoh yang terlibat pada konsep itu.

5. Generalisasi atau keumuman, yaitu bila diklasifikasikan, konsep-konsep dapat berbeda pada posisi superordinatatau subordinatnya. Makin umum suatu konsep, makin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan konsep-konsep lainnya.

6. Ketepatan, yaitu suatu konsep menyangkut apakah ada kumpulan aturan-aturan untuk membedakan contoh-cobtoh dari noncontoh-noncontoh suatu konsep. Klausmeier (1977) mengungkapkan empat tingkat pencapaian konsep (concept attainment), mulai dari tingkat konflik sampai tingkat formal.

7. Kekuatan (power), yaitu kekuatan suatu konsep oleh sejauh mana orang setuju bahwa konsep itu penting.

Rosser (1984) menyatakan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiata-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Menurut Ausubel (1968) konsep-konsep diperoleh dengan cara formasi konsep (concept formation) merupakan bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak-anak masuk sekolah. Menurut Gagne (1977) formasi konsep dapat disamakan dengan belajar konsep-konsep konkret, dan asimilasi konsep (concept assimilation) merupakan cara utama memperoleh konsep-konsep selama dan sesudaj sekolah.

Pendekatan pembelajaran ini oleh para ahli pendidikan didasarkan pada pola pengorganisasian bahan pengajaran, yang meliputi pengajaran linier dan pengajaran komulatif.

B. Pendekatan proses

Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pembelajaran member kesempatan kepada siswa untuk ikut menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses. Pembelajaran dengan menekankan kepada belajar proses dilatarbelakangi oleh konsep-konsep belajar menurut teori ‘Naturalisme-Romantis’ dan teori ‘Kognitif Gestalt’.

Dalam pendekatan proses ini, siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama temannya, dan dari manusia-manusia sumber di luar sekolah. Kegiatan-kegiatan yan dapat dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan proses adalah:

1. Mengamati gejala yang timbul

2. Mengklasifikasikan sifat-sifat yang sama, serupa

3. Mengukur besar-besaran yang bersangkutan

4. Mencari hubungan antar konsep-konsep yang ada

5. Mengenal adanya suatu masalah, merumuskan masalah

6. Memperkirakan penyebab suatu gejala, merumuskan hipotesa.

7. Meramalkan gejala yang mungkin akan terjadi

8. Berlatih menggunakan alat-alat ukur

9. Melakukan percobaan

10. Mengumpulkan, menganalisis, dan menafsirkan data

11. Berkomunikasi

12. Mengenal adanya variable, mengendalaikan adanya variabel.

Keunggulan pendekatan proses adalah :

1. Memberi bekal cara memperoleh pengetahuan, hal yang sangat penting untuk pengembangan pengetahuan dan masa depan.

2. Pendahuluan proses bersifat kreatif, siswa aktif, dapat meningkatkan keterampilan berfikir dan cara memperoleh pengetahuan.

Kelemahan pendekatan proses adalah :

1. Memerlukan banyak waktu sehingga sulit untuk dapat menyelesaikan pengajaran yang ditetapkan dalam kurikulum.

2. Memerlukan fasilitas yang cukup baik dan lengkap sehingga tidak semua sekolah dapat menyediakannya.

3. Merumuskan masalah, menyusun hipotesis, merancangkan suatu percobaan untuk memperoleh data yang relevan adalah pekerjaan yang sulit, tidak semua siswa mampu melaksanakannya.

Pendekatan proses pada hakekatnya adalah memproses informasi, yaitu informasi pembelajaran. Hasil belajar bukan hanya berupa penguasaan pengetahuan, tetapi juga kecakapan dan keterampilan dalam melihat, menganalisis dan memecahkan masalah, membuat rencana dan mengadakan pembagian kerja. Dengan demikian aktivitas dan produk yang dihasilkan dari aktivitas belajar ini, mendapatkan penilaian.

Penilaian tidak hanya dilakukan secara tertulis, melainkan juga secara lisan, dan penilaian akan perbuatan. Pengetahuan disajikan secara mental dalam berbagai bentuk yaitu preposisi, produksi dan gambaran mental. Dalam kenyataan proses pembelajaran seringkali terjadi kekeliruan, karena yang diutamakan hasil maka proses belajar kurang diperhatikan, demikian juga sebaliknya, karena yang diutamakan proses maka hasil yang diabaikan. Jadi hasil dan proses dalam kegiatan pembelajaran mempunyai kedudukan yang sama kuat, guru tidak dapat memperlakukannya berat sebelah, harus seimbang diantara keduanya.

Proses diukur melalui hasil, dan hasil akan kelihatan melalui proses, jadi bersifat komplementer atau saling melengkapi. Pendekatan proses ini menggambarkan bahwa, kegiatan belajar yang berlangsung disekolah bersifat formal, prosesnya disengaja dan direncanakan dalam bimbingan guru dan pendidik lainnya agar siswa mencapai tujuan dan menguasai bahan belajar yang diberikan guru sesuai kurikulum untuk dipelajari.

3.1.2. Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif

A. Pendekatan Deduktif

Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaan umum kekeadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus. Langkah –langkah yang digunakan dalam pendekatan deduktif dalam pembelajaran adalah:

1. Memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif.

2. Menyajikan aturan, yang bersifat umum lengkap dengan definisi dan buktinya.

3. Disajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara keadaan khusus itu dengan aturan prinsip umum.

4. Disajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus itu merupakan gambaran dari keadaan umum.

Sedangkan berpikir deduktif disebut juga berpikir dengan menggunakan silobisme terdiri dari preposisi statemen yang terdiri dari’remise’ yaitu dasar penarikan kesimpulan sebagai pernyataan akhir yang mengandung suatu kebenaran. Berpikir deduktif prosesnya berlangsung dari yang umum menuju ke yang khusus. Dalam berpikir deduktif ini orang bertolak dari suatu teori, prinsip, ataupun kesimpulan yang dianggapnya benar dan sudah bersifat umum. Dari situ diterapkan kepada fenomena-fenomena yang khusus, dan mengambil kesimpulan khusus yang berlaku bagi fenomena tersebut.

B. Pendekatan Induktif

Pendekatan Induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof inggris prancis Bacon (1561) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang kongkrit sebanyak mungkin, system ini dipandang sebagai system berpikir yang paling baik pada abad pertengahan yaitu cara induktif disebut juga sebagai dogmatif artinya bersifat mempercayai begitu saja tanpa diteliti secara rasional. Berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum.

Tepat atau tidaknya kesimpulan atau cara berpikir yang diambil secara induktif ini menurut Purwanto (2002:47) bergantung representative atau tidaknya sampel yang diambil mewakili fenomena keseluruhan.

Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan induktif adalah:

1. Memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pemdekatan induktif.

2. Menyajikan contoh-contoh khusus konsep, prinsip atau aturan itu yang memungkinkan siswa memperkirakan (hipotesis) sifat umum yang terkandung dalam contoh-contoh itu.

3. Disajikan bukti-bukti yang berupa contoh tambahan untuk menunjang atau menyangkal perkiraan itu.

4. Disusun pernyataan mengenai sifat umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah yang terdahulu.

Pada tingkat ini menurut Syamsudin Makmun (2003:228) siswa belajar mengadakan kombinasi dari berbagai konsep atau pengertian dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, deduktif, analisis, sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas), sehingga siswa dapat membuat kesimpulan (kongklusi) tertentu yng mungkin selanjutnya dapat dipandang sebagai “rule” (prinsip, dalil, aturan, hokum faedah dsb).

Pendekatan yang tidak bersifat demokratis ialah pendekatan deduktif yang agak lebih banyak mengandung sifat otoriter.

3.1.3. Pendekatan Ekspositori dan Pendekatan Heuristik

A. Pendekatan Ekspositori

Pendekatan Ekspositori bertolak dari pandangan, bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/pengajar. Hakekat mengajar mengajar menurut pandangan ini adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa.

Komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa, menggunakan komunikasi satu arah atau komunikasi sebagai aksi. Oleh sebab itu kgiatan belajar siswa kurang optimal, sebab terbatas kepada mendengarkan uraian guru, mencatat, dan sekali-sekali bertanya kepada guru.

Kegiatan belajar yang bersifat menerima terjadi karena guru menggunakan pendekatan mengajar yangbersifat ekspositori, baik pada tahap perencanaan maupun pada pelaksanaannya. Dalam pendekatan ini menunjukan bahwa guru berperan lebih aktif. Pendekatan eksposttori disebut juga mengajar secara konvensional seperti metode ceramah maupun demonstrasi. Dalam pendekatan ekspositori ini Syamsudin Makmun (2003;233) mengemukakan bahwa guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik dan lengkap sehingga siswa tinggal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib.

Secara garis besar prosedurnya ialah:

1. persiapan (preparation) yaitu guru menyiapkan bahan selengkapnya secara sistematik dan rapi.

2. Pertautan (aperception) bahan terdahulu yaitu guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian siswa kepada materi yang telah diajarkan.

3. Penyajian (presentation) terhadap bahan yang baru, yaitu guru menyajikan dengan cara memberi ceramah atau menyuruh siswa membaca bahan yang telah dipersiapkan diambil dari buku, teks tertentu atau ditulis oleh guru.

4. Evaluasi (recitation) yaitu guru bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari, atau siswa yang disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri pokok-pokok yang telah dipelajari lisan atau tulisan.

Pendekatan ekspositori digunakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran secara utuh atau menyeluruh, lengkap, dan sistematis dengan penyampaian secara verbal. David Ausubel (1975) mempunyai resep khusus dalam mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses mengajar belajar verbal yang dikenal dengan “expository learning”. Dengan demikian pendekatan ekspositori dengan proses belajar yang berorientasi pada prinsip beljar tuntas (mastery learning).

B. Pendekatan Heuristik

Kata heuristik dari bahasa Yunani yaitu “heuriskein” yang berarti “saya menemukan”. Pengertian ini menurut Rusyan (1993:114) adalah semacam fakta psikologis yang muncul sebagai kodrat manusia yang memiliki nafsu untuk menyelidiki sejak bayi. Metode heuristik ini dipromosikan oleh Professor Amstrong abad ke-19, menurut metode ini peserta didik sendiri yang harus menemukan fakta ilmu pengetahuan. Strategi belajar mengajar heuristik adalah merancang pembelajaran dari berbagai aspekdari pembentukan system intruksional mengarah pada pengaktifan peserta didik mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, konsep yang mereka butuhkan.

Pendekatan heuristik adalah pendekatan pengajaran yang menyajikan sejumlah data dan siswa diminta untuk membuat kesimpulan menggunakan data tersebut, implementasinya dalam pengajaran menggunakan metode penemuan dan metode inkuiri. Metode penemuan didasarkan pada anggapan, bahwa materi suatu bidang studi tidak saling lepas, tetapi ada kaitan antara materi-materi itu. Sedangkan metode inkuiri adalah para siswanya bebas memilih atau menyusun objek yang dipelajarinya, mulai menentukan masakah, mengumpulkan data, analisis data hingga pada kesimpulannya yaitu anak menemukan sendiri.

Prinsip pendekatan heuristik oleh Rusyan (1993:115) adalah :

1. Aktivitas peserta didik menjadi focus perhatian utama dalam belajar.

2. Berpikir logis adalah cara yang paling utama dalam menemukan sesuatu.

3. Proses mengetahui dari sesuatu yang sudah diketahui menuju kepada yang belum diketahui adalah jalan pelajaran yang paling rasional dalam pelajaran di sekolah.

4. Pengalaman yang penuh tujuan adalah tonggak dari usaha pembelajaran pesrta didik kearah belajar berbuat, bekerja dan berusaha.

5. Perkembangan mental seseorang berlangsung selama ia brpikir dan belajar mandiri.

Dengan prinsip ini menunjukan bahwa pendekatan heurisrik dapat mendorong peserta didik bersikap berani untuk berpikir ilmiah dan mengembangkan berpikir mandiri.

Kelemahan pendekatan heuristik, antara lain :

1. Titik semua peserrta didik cocok dengan pendekatan ini, kadang-kadang peserta didik lebih senang diberi pelajaran oleh gurunya melalui ceramah dan Tanya jawab.

2. Guru kurang biasa menggunakan pendekatan ini dalam penyelenggaraan di sekolah karena factor kemampuan.

3. Pendekatan ini kurang cocok bagi peserta didik yang lamban.

4. Perlengkapan ini menuntut perlengkapan yang memadai, terutama bagi pekerjaan di laboratorium.

Untuk mengatasinya, maka prosedur heuristik, yang menemukan jawaban dengan cara yang tidak ketat, misalnya menganjurkan murid-murid menemukan jawaban atas masalah yang pelik dengan memikirkan masalah dengan persamaannya yang lebih sederhana atau berpikir analogi, berdasarkan simetri, atau dengan melukiskannya atau membuat diagram. Siswa dibimbing oleh guru agar menemukan sendiri konsep yang dicari, tetapi konsep itu belum tentu diketahui oleh guru sebelumnya.

Kemacetan pendekatan heuristik yang diterapkan dalam pembelajaran, ialah jika siswa sama sekali tidak memiliki apersepsi material yang mendasar tentang bahan yang akan diterangkan guru. Tidak ada pendekatan yang paling baik dan cocok untuk segala keadaan, setiap pendekatan mempunyai keunggulan dan kelemahannya. Oelh sebab itu, diperlukan kegigihan guru untuk mendesain pendekatan yang sesuai dengan mata ajar yang menjadi tanggung jawab guru.

3.1.4. Pendekatan Kecerdasan

Munzert, A.W. (1994) mengartikan kecerdasan sebagai sikap intelektual mencakup kecepatan memberikan jawaban, penyelesaian, dan kemampuan memecahkan masalah. David Weschler memberikan rumusan tentang kecerdasan sebagai suatu kapasitas umum dari individu untuk bertindak, berfikir rasional dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif. Kecerdasan merupakan salahsatu factor utama yang menentukan sukses gagalnya peserta didik belajar di sekolah.

Intelegensi dapat dirumuskan dengan kemampuan untuk melakukan kegiatan dan mencapai prestasi-prestasi yaag di dalamnya berpikir memainkan peranan utama. Cirri-ciri tingkah laku inteligen adalah sebagai berikut :

a. Tingkah laku yang siap melakukan perubahan-perubahan yang perlu terhadap kondisi-kondisi baru, tidak kaku.

b. Tingkah laku yang bertujuan.

c. Tingkah laku yang cepat, reaksi-reaksi yang segera.

d. Tingkah laku yang terorganisir.

e. Tingkah laku yang dikendalikan oleh motivasi yang kuat.

f. Tingkah laku yang “success oriented”.

Berdasarkan test-test intelegensi yang dilaksanakan, Binet mengelompokkan tingkat-tingkat kecerdasan (intelegence Quotion-IQ) seperti berikut ini :

Ø 140-keatas : Jenius

Ø 120-139 : Cerdas sekali/Superior

Ø 110-119 : Cerdas

Ø 90-109 : Sedang/normal/rata-rata

Ø 80-89 : Di bawah rata-rata/lambat belajar

Ø 70-79 : Bodoh/daerah batas

Ø 50-69 : Feeble-mindle/debil/moron

Ø 30-49 : Embisil

Ø -29 : Idiot

Peserta didik perlu menyadari potensi kecerdasan dan mengaktualisasikan secara optimal. Howard Gardner memberikan ringkasan pendek tentang kecerdasan pribadi atau antarpribadi. Kecerdasan antarpribadi adalah kemampuan untuk memahami oranglain apa yang memotivasi mereka, bagaiman mereka bekerja, dan bagaimana mereka bekerja bahu membahu.

Guru cenderung orang yang mempunyai tingkat kecerdasan antarpribadi yang tinggi. Spearman mendefinisikian kecerdasan adalah “intelegence consist of general ability that working conjunction with special abilities”, artinya kapasitas umum meliputi kecepatan merespon setiap stimulus dan kemampuan memecahkan masalah dengan kapasitas khusus dikenal sebagai bakat (aptitude). Howard Gardner, psikologi yang membantu pelaksanaan riset tersebut, mengganggap kecerdasan sebagai kemampuan memecahkan masalah atau menciptakan produk (Goleman, 1999:50). Ia mewariskan daftar berikut yang memuat delapan bentuk kecerdasan :

1. Kecredasan verbal/bahasa (verbal linguistic intelligence). Bentuk kecerdasan ini dinampakkan oleh kepekaan akan makna dan urutan kata serta kemampuan membuat beragam penggunaan bahasa untuk menyatakan dan memakai arti yang kompleks.

2. Keceerdasan logika/matematika-logis (logical-mathematical intelligence). Bentuk kecerdasan ini termasuk yang paling mudah distandarisasikan dan diundur, kecerdasan ini sebagai pikiran analitik dan sainstifik, dan bias melihatnya dalam diri ahli sains dan program computer, akuntansi, banker, dan tentu saja ahli matematika, mereka semua pemecah masalah dan pemain hebat.

3. Kecerdasan special/visual(visual-spatial intelligence). Kecerdasan ini umumnya terampil menghasilkan imaji mental dan menciptakan representasi grafis, mereka sanggup berpikir tiga dimensi, mampu mencipta ulang dunia visual.

4. Kecerdasan tubuh/kinestetik (kinesthetic intelligence). Kecerdasan ini memungkinkan terjadinya hubungan antara pikiran dan tubuh yang diperlukan untuk berhasil dalam aktivitas-aktivitas seperti menari, melakukan pantomim, berolahraga, menguasai seni beladiri, dan memainkan drama.

5. Kecerdasan musical/ritmik (musical intelligence). Seseorang dengan bentuk kecerdasan ini mendengarkan pola music dan ritmik secara natural dan kemudian dapat memproduksinya.

6. Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence). Kecerdasan ini wajib dimiliki bagi tugas-tugas di tempat kerja seperti negoisasi dan menyediakan umpan balik atau evaluasi.

7. Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence). Yaitu kemampuan untuk memahami dan mengartikulasikan cara kerja terdalam dari karakter dan kepribadian.

8. Kecerdasan spiritual. Kecerdasan ini bersifat sementara. Bentuk kecerdasan ini dapat dipandang sebagai sebuah kombinasi dari kesadaran kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal dengan sebuah komponen “nilai” yang ditambahkan padanya.

Gardner tidak memasukkan kecerdasan praktis dalam daftarnya, kecerdasan praktis adalah keterampilan. Artinya kecerdasan organisasi atau akal sehat, yaitu keterampilan memecahkan aneka masalahsehari-hari tanpa benar mengetahui bagaimana solusi dapat dicapai.

Kecerdasan spiritual (spiritual intelligence) menurut Zohar dan marshall (2000) berkenaan dengan kecepatan internal, bawaan dari otak dan psikis manusia, menggambarkan sumber yang paling dalam dari hati semesta itu sendiri. Kecredasan spiritual disebut juga kecerdasan rohaniah. Beberapa indicator kecerdasan spiritual, yaitu :

a. Kemampuan untuk menjadi fleksibel.

b. Derajat kesadaran diri yang tinggi.

c. Kecakapan untuk menghadapi dan menggunakan serangan.

d. Kecakapan untuk menghadapi dan menyalurkan/memindahkan rasa sakit.

e. Kualitas untuk mengilhami oleh visi dan nilai.

f. Enggan melakukan hal yang merugikan.

g. Ditandai oleh kecenderungan untuk bertanya mengapa, mencari jawaban mendasar.

h. Mandiri, menentang tradisi.

Menilik beragamnya kecerdasan manusia, menjadikan peran guru dan konselor amat penting untuk memberikan arahan pada apa yang cocok dan sesuai bagi para siswanya.

3.1.4. Pendekatan kontekstual

Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru yang mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyatas siswa dan mendorong siswa dan membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menurut Nurhadi (2003) dilakukan dengan melibatkan komponen utama pembelajaran yang efektif yakni:

a. Kontruktivisme (Contruktivism)

Kontruktivisme (Contruktivism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba.

Esensi dari teori kontruktivisme adalah bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompeks ke situasi lain, dan apoabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

b. Bertanya (Questioning)

Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :

Ø Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis.

Ø Mengecek pemahaman siswa.

Ø Membangkitkan respon pada siswa.

Ø Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa.

Ø Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.

Ø Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.

Ø Untuk membangkitkan lebih banyak pertanyaan dari siswa.

Ø Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

c. Menemukan (inqury)

Menemukan merupakan kegiatan inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendektan kontekstual. Siklus inquiri adalah :

Ø Observasi (observation)

Ø Bertanya (question)

Ø Mengajukan dugaan (hipotesis)

Ø Pengumpulan data (data gathering)

Ø Penyimpulan (conclusion)

Kata kunci dari strategi inquiry adalah siswa menemukan sendiri, adapun langkah-langkah siswa menemukan sendiri adalah :

Ø Merumuskan masalah dalam mata pelajaran apapun.

Ø Mengganti atau melakukan observasi.

Ø Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, table, dan karya lainnya.

Ø Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audience lainnya.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan oranglain. “Masyarakat belajar” bias terjadi apabila ada komunikasi satu arah.

e. Pemodelan (Modeling)

Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bias ditiru. Model itu, memberi peluang yang besar bagi guru untuk memberi contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru member model tentang bagaimana cara belajar.

f. Refleksi (refelcion)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa yang lalu. Pengetahuan yang bermakna diperolaeh dari proses belajar.

g. Penilaian sebenarnya (authentic assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar seperti formatif dan sumatif, tetapi dilakukan bersama dengan cara terintegrasi, yaitu tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

Karakteristik authentic assessment adalah:

Ø Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.

Ø Bisa digunakan untuk formatif atau sumatif.

Ø Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan henya mengingat fakta.

Ø Berkesinambungan.

Ø Terintregasi.

Ø Dapat digunakan sebagai feedback.

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan konstekstual, jika menerapkan komponen utama pembelajaran efektif ini dalam pembelajarannya.langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual adalah :

Ø Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan berunya.

Ø Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok bahasan.

Ø Mengembangan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya.

Ø Menghadirkan model sebagai pembelajaran.

Ø Melakukan refleksi diakhir pertemuan.

Ø Melskukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Dengan konsep itu, hasil-hasil pembelajaran bermakna bagi siswa. Ada beberapa alas an mengapa pendekatan kontekstual menurut Depdiknas (2003) menjadi pilihan yaitu:

Ø Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal.

Ø Melalui landasan filosofi kontruksivisme, CTL ‘dipromosikan’ menjadi alternative strategi belajar yang baru.

Ø Knowledge is constructed.

Ø Knowledge is konjectural and fallible.

Ada lima elemen belajar yang konstruktivistik yang harus diperhatikan dalam pembelajaran konstekstual Zahorik (1995:14-22) yaitu :

Ø Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).

Ø Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge).

Ø Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge).

Ø Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).

Ø Melakukan refleksi (reflecting knowledge).

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dari data di atas penulis menyimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran ada 5 macam yaitu :

1. Pendekatan Konsep dan proses.

A. Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pengajaran secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.

B. Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pembelajaran member kesempatan kepada siswa untuk ikut menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses.

2. Pendekatan deduktif dan induktif.

A. Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaan umum kekeadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus.

B. Pendekatan Induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof inggris prancis Bacon (1561) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang kongkrit sebanyak mungkin, system ini dipandang sebagai system berpikir yang paling baik pada abad pertengahan yaitu cara induktif disebut juga sebagai dogmatif artinya bersifat mempercayai begitu saja tanpa diteliti secara rasional.

3. Pendekatan Ekspositori dan Pendekatan Heuristik.

A. Pendekatan Ekspositori bertolak dari pandangan, bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/pengajar. Hakekat mengajar mengajar menurut pandangan ini adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa.

B. Pendekatan heuristik adalah pendekatan pengajaran yang menyajikan sejumlah data dan siswa diminta untuk membuat kesimpulan menggunakan data tersebut, implementasinya dalam pengajaran menggunakan metode penemuan dan metode inkuiri.

4. Pendekatan kecerdasan.

5. Pendekatan konstektual, Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru yang mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyatas siswa dan mendorong siswa dan membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

3.2. Saran

Saya selaku penyusun menyarankan agar para calon guru maupun guru dapat memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai, karena setiap pendekatan mempunyai kelemahan dan keunggulan masing-masing.


DAFTAR PUSTAKA

Sagala, Syiful (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

www.psikologibelajar.co.id